Sejarah Saman
Menurut catatan sejarah Islam
lebih dahulu masuk ke Gayo Lues dibandingkan ke Pase. Masuknya Islam ke wilayah
Gayo khususnya Lokop Serbejadi dan Gayo Lues bukanlah pada abad ke 18 bersamaan
dengan masuknya Tarekat Sammaniyah (Tulisan Thayeb Loh Angen; Saman dan
Seudati, Dua Tarian Kembar dari Pase; 2010). Melainkan, pada abad ke 11 jauh
sebelum abad 18 sedangkan Islam baru masuk ke Pase pada abad ke 13. Islam sudah
menjadi bagian dari hidup masyarakat Gayo khususnya di Lokop Serbejadi dan Gayo
Lues. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya Mesjid Nampaan di Kec.Blangkejeren,
Gayo Lues pada tahun 1214. Mesjid Nampaan merupakan mesjid tertua di Aceh
Bahkan dari bukti sejarah itu justru orang Gayo lah yang menyebarkan Islam ke
daerah Pase dimana salah satu putra asli Gayo yang bernama asli Merah Silu yang
juga merupakan anak Yang Mulia Raja Linge Adi Genali menjadi raja Islam pertama
di negeri Pase dengan gelar Sultan Malik As-Saleh (Malikussaleh). Hal ini
dibuktikan lagi dengan adanya beberapa Kerajaan besar di wilayah Gayo yang
sudah lama memeluk Islam bahkan simbol-simbol stempel kerajaan-kerajaan
tersebut bernuansa Islam jauh sebelum abad ke 18, jauh sebelum Tarekat
Sammaniyah datang ke Aceh. Adapun beberapa kerajaan besar di Gayo yang sudah
memeluk Islam jauh sebelum abad ke 18, adalah; Kerajaan Abuk di Lokop Serbejadi
(Aceh Timur), Kerajaan Linge, Kerajaan Patiamang di Blangkejeren (Gayo Lues),
Kerajaan Syiah i Nosar, Kerajaan Cik dan Kerajaan Bukit. Dengan adanya bukti
sejarah tersebut bahwa Islam sudah masuk ke Gayo khususnya Lokop Serbejadi dan
Gayo Lues jauh sebelum abad ke 18 maka sungguh mustahil jika orang Gayo
khususnya di Gayo Lues baru memeluk Islam seiring dengan datangnya ”Syech
Saman” bersama dengan tarekat Sammaniyanya dengan membawa misi penyebaran
Islam.
Tari saman bukanlah berasal dari
nama seorang ulama asal Pase yang bernama Syech Saman, tetapi kata Saman
berasal dari kata dalam bahasa Gayo yaitu; ”Peraman”, yang berarti
tutur/gelar/nama panggilan kepada orang yang telah berkeluarga. Tari peraman pada mulanya
ditarikan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak di
dalam suatu keluarga Gayo. Rasa syukur kepada Allah SWT itu kemudian diwujudkan
oleh pemuda-pemuda Gayo ke dalam bentuk gerakan-gerakan tari yang ditirukan
dari gerakan-gerakan gajah putih yang sedang berjalan dari Gayo menuju Aceh,
gerakan-gerakan tersebut di dalamnya terdapat shalawat kepada Rasullah SAW,
kata-kata nasehat, petuah-petuah, dan puji-pujian kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya yang telah memberikan tambahan anggota keluarga. Seiring dengan
perkembangannya tari Peraman berubah nama menjadi tari Saman, yang juga sering
disebut dengan tari Sahan Peraman e (Siapa nama panggilannnya) menunjukkan
kepada si anak dan orang tua si anak tersebut. Sebagai contohnya “Ali memiliki
se orang anak kita misalkan laki-laki, nama anak tersebut adalah Budi. Nah
panggilan untuk orang tua si Budi bukanlah Ali, melainkan aman Budi” ini
merupakan sebuah contoh.
Islam masuk ke wilayah nusantara, khususnya
Gayo pada abad ke 11 yang dibawa oleh seorang ulama Arab yang bernama Said
Syech Ibrahim (Rakyat Aceh; hal 1; 2010). Sang ulama masuk ke Gayo Lues dari
Wih Ben (sekarang daerah tersebut bernama Bayen). Di daerah Wih Ben itu ada
sebuah Dayah/Pesantren yang bernama Zawiyah Cot Kala. Dayah tersebut merupakan
dayah pertama yang berdiri di Aceh yang banyak menghasilkan para pendakwah
Islam yang kemudian menjadi penyebar Islam di Aceh. kemudian sang ulama Said
Syech Ibrahim ia menuju Perlak, setelah itu beliau menuju Serbejadi Lokop dan
akhirnya sampailah beliau ke Gayo Lues tepatnya di Desa Penampaan,
Kec.Blangkejeren, Gayo Lues. Kemudian sang ulama membangun sebuah mesjid
sebagai simbol bahwa Islam sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Gayo
Lues di desa Penampaan, Kec.Blangkejeren, Gayo Lues. Mesjid tersebut dibangun
dengan bantuan seorang tukang yang bernama Said Syech Gunung Gerdung (Rakyat
Aceh; hal 1; 2010). Mesjid tersebut sampai hari ini masih berdiri kokoh dan
dapat dilihat dalam bentuknya yang asli, sehingga adalah suatu kekeliruan yang
nyata yang disampaikan oleh Thayeb Loh Angen dalam tulisannya Tari Saman dan
Seudati; Dua Tarian Kembar dari Pase, yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Gayo
Lues karena disebarkan oleh seorang ulama Aceh asal Pase yang bernama Syech
Saman yang membawa gerakan-gerakan tarekat Sammaniyah yang kemudian berubah
menjadi Tari Saman, padahal Islam sendiri baru masuk ke Pase pada abad ke 13,
artinya lebih dahulu Islam masuk ke Gayo Lues baru kemudian berkembang dan
tersebar ke wilayah Pase. Jadi bagaimana mungkin seorang ulama Aceh asal Pase
yang bernama Syech Saman itu menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Gayo
Lues yang sudah terlebih dahulu memeluk islam dibandingkan dengan daerah asal
sang ulama sendiri yaitu Pase?.
Penulis ketua Umum PP IPEGA
revisi oleh Matludin